Jakarta, sorotandemokrasi.com – Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Langkah ini mendapat apresiasi, mengingat kasus tersebut terjadi di tengah upaya penghematan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), di mana masyarakat harus mengantri di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan sistem barcode.
“Seperti ada pembedaan kelas ekonomi. Hanya pemilik kendaraan yang mendapatkan barcode dari Pertamina yang bisa membeli Pertalite, sementara di saat yang sama terjadi korupsi BBM dalam jumlah besar. Parahnya, korupsi ini dilakukan dengan modus blending atau pengoplosan antara Pertalite dan Pertamax menjadi Pertamax,” ujar Urbanus Mamu, seorang pengamat hukum dan politik sekaligus relawan Prabowo-Gibran, saat dihubungi pada Rabu (26/02/2025).
Mamu menilai kejahatan ini sangat serius karena telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Ia juga mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung dalam membongkar kasus ini. Menurutnya, kasus ini harus menjadi perhatian utama Presiden Prabowo Subianto, terutama dalam pengawasan terhadap seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Korupsi di PT Pertamina Patra Niaga ini mustahil dilakukan oleh satu orang saja. Pasti ada kelompok pemegang kekuasaan yang turut terlibat, sehingga pemerintah harus memberikan perhatian serius terhadap kasus ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberhasilan dalam penegakan hukum dan pengawasan yang baik akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap program-program strategis Presiden Prabowo, seperti BPI Danantara yang baru diluncurkan.
“Para pelaku korupsi BBM ini harus dihukum seberat-beratnya agar memberikan efek jera. Yang lebih penting, seluruh aset hasil tindak korupsi harus dirampas oleh negara,” tambahnya.
Urbanus juga mendesak Presiden Prabowo agar segera merespons kasus ini dan mempertimbangkan penerapan Undang-Undang Perampasan Aset untuk memastikan para koruptor tidak lagi dapat menikmati hasil kejahatan mereka. (red)